Saturday, 11 October 2008

Indonesia adalah…

Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang kita kenal dengan singkatan KPK memang melakukan tugas yang di-amanatkan oleh DPR dengan baik.

Mengusut banyak kasus hasil dari laporan berbagai macam lapisan masyarakat adalah tugas yang mulia. Tapi disamping itu, dia juga yang menjadi “penghancur” bagi kinerja badan-badan yang telah bertugas sebelumnya.
Bukan badan yang mengatasi korupsi tentu, seperti tugasnya Badan Pengawasan Daerah (BAWASDA) yang setiap tahunnya memeriksa pembukuan administratif dari semua badan yang melakukan kegiatan berdasarkan ruang lingkupnya. Baik itu di tingkatan Provinsi, ataupun Kabupaten/Kota.

Apakah badan Pengawas Keuangan Daerah yang biasa setiap tahunnya mengusut hasil dari kegiatan di daerah tidak malu?

Dengan adanya invasi dari KPK ke setiap badan yang berada dibawah “pengaruh” Badan Pengawas, membuat kinerja Badan Pengawas yang sebenarnya terungkap.
Yang biasanya setiap tahun dapat dilalui dengan “mulus” tanpa bekas, kini menjadi terasa kasar. Dalam setiap tahapan kerjanya, KPK biasa mendapatkan temuan baru dari semua aspek keuangan. Segala hal yang kurang benar atau malah bisa disebut salah.

Maka dari itu, saya semakin kuat dengan pendapat saya tentang sistem yang digunakan di Negara kita ini..

“Indonesia adalah negara administratif, dimana setiap “review” kegiatan cukup dengan berkas juga biaya administrasi. Entah itu dengan cara yang benar ataupun tidak”

Selamat Datang, Teman..

Saya mendapat beberapa berita underground dari kantor pemerintahan di kawasan yang biasa kita sebut pusat fashion Indonesia.

Beberapa bulan yang lalu, sesaat setelah Gubernur beserta wakilnya dilantik, sang Wakil Gubernur sempat melakukan hal yang kurang terpuji. Beliau menginginkan setiap kegiatan yang dilakukan oleh pihaknya, yang biasanya dilakukan mess atau wisma, kini diselenggarakan di hotel berbintang.
Hingga satu saat, beliau mengadakan acara bersama partainya di hotel berbintang di Kota Bandung, dan menyertakan bill dari pembayaran hotel tersebut kedalam anggaran belanja Provinsi daerahnya.

Selain itu, diawal bulan Oktober ini saya mendengar bahwa sang Gubernur akan “menggeser” para kepala biro, kepala bagian atau juga kepala badan di Provinsi dengan para simpatisan dari partai yang sama dengannya.
Hal tersebut sedikit meninggalkan pertanyaan juga jawaban yang spekulatif.

Kenapa disebut “simpatisan”?
Karena pada aturan yang ada, seorang Pegawai Negeri Sipil diharuskan untuk netral terhadap partai politik apapun.

Lalu bagaimana caranya sang pemimpin bisa mendapat pengganti?
Perkiraan saya adalah, orang-orang yang ingin tetap berada pada posisinya atau malah yang ingin naik jabatan harus cepat-cepat berseru “Pak, saya sebenarnya respek kepada partai bapak. Tapi karena saya seorang PNS, saya tidak bisa lebih dari sekedar turut memilih dari balik kotak suara.”

Mari kita lihat para penjilat itu beraksi.